Kidulting: Cara Dewasa Menemukan Kewarasan di Dunia yang Semakin Serius

Di tengah tekanan hidup modern yang terus meningkat sebagian orang dewasa justru menemukan pelarian lewat hal-hal sederhana bermain, mengoleksi mainan, atau sekadar menikmati karakter animasi kesayangan mereka. Fenomena ini dikenal dengan istilah kidulting perpaduan antara kata kid (anak-anak) dan adulting (kedewasaan), menggambarkan orang dewasa yang memanjakan diri lewat aktivitas yang identik dengan masa kecil.

Kini, boneka lucu, LEGO hingga action figure bukan lagi milik anak-anak semata. Bagi banyak orang dewasa, benda-benda itu menjadi medium untuk menjaga kewarasan di tengah tekanan pekerjaan, ekspektasi sosial, dan rutinitas hidup yang melelahkan.

Akar Psikologis di Balik Fenomena Kidulting

Psikolog klinis dari Tabula Rasa, Arnold Lukito, menjelaskan bahwa kidulting bukan sekadar tren musiman, melainkan bentuk respons psikologis terhadap kehidupan modern yang penuh tuntutan.

“Secara psikologis, mainan adalah simbol kontrol, kenangan dan identitas diri,” ujarnya.

Menurut Arnold, dunia dewasa sering kali terasa tidak pasti dan penuh tekanan. Karena itu, otak manusia secara alami mencari kembali rasa aman dan emosi positif yang dulu hadir saat bermain di masa kecil seperti rasa ingin tahu, spontanitas, dan kehangatan.

Dari Escapism Menjadi Self-Care

Dalam pandangan psikologis, kidulting bisa memiliki dua sisi. Arnold menegaskan bahwa semua tergantung pada motivasi di baliknya.

“Jika membeli mainan menjadi bentuk pelarian ekstrem dari realitas sampai mengabaikan tanggung jawab atau kondisi keuangan itu bisa menjadi tanda escapism yang tidak sehat,” katanya.
“Namun bila dilakukan dengan sadar, terukur, dan memberikan rasa bahagia tanpa menimbulkan masalah, kidulting justru bisa menjadi bentuk self-care dan ekspresi diri yang positif.”

Fenomena ini, kata Arnold, membantu orang dewasa menyeimbangkan sisi rasional dan imajinatif dalam diri sebagaimana konsep individuation yang diperkenalkan oleh psikolog Carl Jung. “Koleksi mainan bisa menjadi medium untuk mengingatkan bahwa menjadi dewasa bukan berarti mematikan keajaiban batin,” tambahnya.

Nostalgia dan Industri yang Tumbuh Bersama Generasi Dewasa

Menurut laporan India Today (3 Juni 2025), istilah kidult pertama kali muncul dalam majalah Time pada 1985. Jika dulu bermakna negatif orang dewasa yang kekanak-kanakan kini istilah tersebut berubah menjadi cerminan budaya nostalgia di kalangan generasi Z dan milenial.

Fenomena ini bahkan ikut menggairahkan industri mainan dunia. Perusahaan riset Circana mencatat bahwa kelompok usia 18 tahun ke atas kini menjadi segmen dengan pertumbuhan tercepat dalam pasar mainan global, dengan peningkatan penjualan 5,5 persen dalam dua tahun terakhir. Sebaliknya, penjualan mainan anak justru menurun sejak 2021.

Direktur Eksekutif Circana, Melissa Symonds, menilai lonjakan ini tak lepas dari dampak pandemi COVID-19.

“Setiap orang menemukan kembali kegembiraan mengerjakan teka-teki, bermain game di rumah, atau mengumpulkan produk yang mereka sukai. Itu sebenarnya terus berlanjut sejak saat itu,” katanya.

Symonds menambahkan, generasi muda kini memiliki daya beli lebih kuat dan kebebasan memilih. Bagi mereka membeli boneka edisi terbatas, kartu Pokémon, atau action figure bukan sekadar konsumsi melainkan bentuk aktualisasi diri dan nostalgia yang menyembuhkan.

Menghidupkan Sisi Kanak-Kanak yang Kreatif

Arnold Lukito menyebut bahwa menghidupkan sisi kanak-kanak dalam diri bukan berarti bersikap kekanak-kanakan (childish) melainkan menjadi pribadi yang terbuka, penuh imajinasi, dan kreatif (child-like). Aktivitas sederhana seperti menyusun LEGO atau mengoleksi figure bisa menurunkan stres dan meningkatkan suasana hati melalui pelepasan hormon dopamin serta serotonin.

“Mainan memberi rasa kendali aku bisa atur ini, juga nostalgia aku dulu bahagia dengan hal sederhana dan identitas aku masih punya sisi kreatif,’” ungkap Arnold.

Simbol Kebebasan di Era Dewasa yang Melelahkan

Kini, mengenakan pakaian bertema karakter kartun, memajang koleksi figur di meja kerja, atau berburu boneka Labubu edisi terbatas bukan lagi hal aneh. Kidulting telah berubah menjadi simbol kebebasan berekspresi sekaligus perlawanan terhadap tekanan hidup modern yang kaku dan penuh tuntutan produktivitas.

Seperti kata Arnold Lukito di akhir wawancaranya “Mungkin Anda hanya sedang kidulting cara sederhana namun bermakna untuk menjaga kewarasan di tengah hidup yang makin keras.”

Sumber: tempo.co, cnnindonesia

Pewarta: Zahra Asyidda

  • Randy Akbar

    Related Posts

    Marah-Marah: Antara Pelepasan Emosi dan Dampak Negatif yang Perlu Diwaspadai

    Jakarta, 24 Oktober 2025 — Setiap orang pasti pernah marah. Emosi ini adalah bagian alami dari kehidupan manusia. Namun, di balik rasa lega yang mungkin muncul setelah meluapkan amarah, terdapat…

    Waktu Berjalan Beda, Manfaat pun Beragam! Ini Perbedaan Jalan Kaki Pagi dan Malam Hari

    Jakarta, 22 Oktober 2025 —Jalan kaki merupakan salah satu bentuk olahraga ringan yang mudah dilakukan siapa saja, kapan saja, dan di mana saja. Meski terlihat sederhana, aktivitas ini menyimpan berbagai…

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *