Bayang-Bayang Sirop Beracun Kembali di India: 20 Anak Meninggal Akibat Gagal Ginjal

Tragedi memilukan kembali mengguncang India. Dalam hitungan hari, sedikitnya 20 anak berusia satu hingga enam tahun meninggal dunia akibat gagal ginjal misterius di Negara Bagian Madhya Pradesh. Kini, penyebabnya telah terungkap obat batuk sirop yang mengandung zat kimia beracun.

Awalnya, kematian beruntun ini membuat para tenaga kesehatan setempat panik. Mereka menelusuri berbagai kemungkinan mulai dari sumber air, makanan hingga nyamuk. Namun hasil laboratorium kemudian menemukan benang merah yang sama pada seluruh korban semuanya mengonsumsi sirop obat batuk sebelum jatuh sakit.

Beberapa pekan kemudian, laboratorium di Chennai mengkonfirmasi temuan mengejutkan sirop yang digunakan anak-anak itu mengandung 48,6 persen dietilen glikol, zat pelarut industri yang sangat beracun dan sama sekali tidak boleh ada dalam obat-obatan.

Racun Lama yang Tak Pernah Hilang

Kisah kelam ini bukan kali pertama terjadi di India. Racun yang sama telah menelan banyak korban di berbagai belahan dunia. Tahun 2023, sirop batuk buatan India dikaitkan dengan kematian 70 anak di Gambia dan 18 anak di Uzbekistan. Sementara di Indonesia, lebih dari 200 anak meninggal dunia akibat gagal ginjal akut yang juga disebabkan oleh sirop terkontaminasi pada tahun 2022.

Di India sendiri, kasus serupa sudah pernah terjadi antara Desember 2019 dan Januari 2020 di Jammu dan Kashmir. Sedikitnya 12 balita meninggal dunia setelah mengkonsumsi sirop batuk yang sama-sama tercemar dietilen glikol. Para aktivis menduga jumlah sebenarnya bisa jauh lebih besar dari yang dilaporkan.

Tragedi demi tragedi menandakan satu hal: racun ini bukan masalah insidental, tetapi cermin dari sistem pengawasan obat yang lemah dan berulang.

Regulasi yang Rapuh, Reformasi yang Tak Kunjung Datang

Setiap kali muncul kasus baru, pemerintah India berjanji memperketat pengawasan. Namun janji itu kerap berakhir sebagai reaksi sementara. Penarikan izin edar dan penyitaan produk memang dilakukan, tetapi pengawasan di tingkat akar industri obat lokal tetap longgar.

Ironisnya, pasar sirop batuk di India justru tengah melonjak pesat. Nilainya diperkirakan naik dari US$262,5 juta pada 2024 menjadi US$743 juta pada 2035. Namun dibalik angka pertumbuhan itu tersembunyi budaya konsumsi berlebihan terhadap sirop batuk yang sudah tertanam sejak lama.

Bagi banyak keluarga India, sirop batuk adalah solusi cepat manis rasanya, menenangkan tenggorokan dan tersedia di setiap toko obat. Padahal secara medis, sebagian besar batuk sembuh sendiri tanpa perlu obat khusus.

Dokter: “Tujuannya Bukan Menyembuhkan, Hanya Meredakan”

Dokter anak di Mumbai, Dr. Rajaram D. Khare, menilai banyak resep sirop batuk di India tidak didasari kebutuhan medis. Menurutnya, sebagian besar batuk anak disebabkan oleh alergi atau polusi udara, bukan infeksi. Namun praktik meresepkan sirop tetap berjalan karena dianggap lebih praktis.

Ia menegaskan, “Saya biasanya tidak meresepkan sirop obat batuk untuk batuk dan pilek biasa kecuali untuk membantu anak beristirahat jika batuknya sangat parah. Tujuannya bukan menyembuhkan, tapi meredakan.”

Khare memperingatkan, efek samping seperti keracunan, overdosis dan bahkan kecanduan kerap diabaikan. Risiko meningkat pada sirop yang mengandung kodein, terutama jika diberikan tanpa pengawasan dokter.

Sistem Kesehatan yang Rawan dan Minim Edukasi

Akar persoalan ini tak hanya soal regulasi, tetapi juga minimnya edukasi medis di masyarakat dan lemahnya pelayanan kesehatan dasar. Sekitar 75 persen pelayanan kesehatan di daerah pedesaan India ditangani oleh tenaga non-medis tanpa pelatihan formal.

Situasi ini membuat banyak orang tua bergantung pada “dokter” lokal atau pemilik apotek yang sering merekomendasikan sirop batuk tanpa dasar ilmiah.

Dokter anak dari Uttar Pradesh, Dr. Kafeel Khan, bahkan menuturkan, “Saya pernah melihat dokter anak meresepkan obat batuk ambroxol untuk anak di bawah dua tahun. Padahal anak di usia itu tidak bisa meludah, sehingga lendir bisa masuk ke paru-paru dan menyebabkan pneumonia.”

Tragedi yang Terulang

Kasus di Madhya Pradesh kini menjadi pengingat pahit bahwa tanpa reformasi menyeluruh, nyawa anak-anak akan terus menjadi korban dari kelalaian sistem. Dari pabrik farmasi hingga ruang praktek dokter, dari kebijakan pemerintah hingga kesadaran masyarakat semuanya memiliki andil dalam rantai panjang tragedi ini.

Selama racun lama masih bersembunyi di balik label manis “penenang batuk,” India akan terus berhadapan dengan siklus sirop mematikan dan dunia pun beresiko mengalami hal yang sama.

Sumber: CNN Indonesia, BBC, CNBC Indonesia

Pewarta: Zahra Asyidda

  • Randy Akbar

    Related Posts

    Penyintas Kebakaran Tangki Diberikan Trauma Healing

    Petugas dari Puskesmas Kecamatan Taman Sari, Jakarta Barat memberikan layanan trauma healing kepada para penyintas kebakaran di Masjid Al-Muhajirin, RT 10/07, Kelurahan Tangki. Kegiatan ini difokuskan kepada para Lansia. Kepala…

    Kenali Gejalanya, Dinkes Kota Tangerang Tekankan Pentingnya Imunisasi untuk Cegah Difteri

    Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Tangerang mengingatkan masyarakat, khususnya para orang tua, untuk waspada terhadap penyakit difteri dengan mengenali gejalanya sejak dini. Hal ini disampaikan langsung oleh Kepala Dinkes Kota Tangerang…

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *